Modernis.co, Jakarta – Senang sekali rasanya tulisan saya tentang“, Jangan jadikan IMM Sebagai Komoditas Politik “. Mendapat respon reaksioner dari IMMawan Haryono, sepertinya IMMawan Haryono belum membaca dengan tuntas, teliti dan cermat apa maksud yang tersirat dari tulisan itu.
IMMawan Haryono langsung memvonis tendesius, menuduh saya ke ketum AMY oportunis, egois dan menuding simpatisan 01. Narasi tendesius ke pribadi ketua umum DPP IMM, Abdul Musyawir Yahya (AMY) sangat tidak dibenarkan.
Pertama, sudah dijelaskan di awal bahwa tulisan itu berisi pandangan dan kritik terhadap kebijakan dan sikap IMM yang tidak profesional dan tidak konsisten dengan ucapan, sudah dijabarkan data dari ucapan AMY, data hasil tanwir tentang isu kebangsaan dan data dari hasil rakornas. Artinya yang ditulis mengkritik tentang kebijakan dan sikap yang sudah menjadi kesepakatan bersama, bukan untuk menyerang secara personal.
Sangat disayangkan IMMawan Haryono tidak sedikitpun mengakui ada kebijakan dan sikap yang dilanggar dari hasil kesepakatan bersama. Justru seolah-olah memberi tameng dan meng-counter bahwa yang dilakukan AMY tidak berseberangan dengan sikap dan kebijakan yang sudah dibuat. Ingat jangan jadi sekrup bagi pemimpin yang tidak profesional.
Kedua, menuduh AMY oportunis dan egois. Lagi-lagi IMMawan Haryono belum bisa membaca opini dengan baik. Mengapa? Karena yang saya tuliskan adalah pandangan terkait pemimpin oportunis dan egois itu memiliki ciri-ciri di antaranya; menjual atas nama jabatan organisasi, berambisi money oriented, menginginkan jabatan strategis dalam kekuasaan dan budaya meminta proyek untuk kepentingan pribadi.
Dan saya tegaskan kembali tidak ada kalimat tertulis dengan jelas bahwa Ketum AMY itu oportunis dan egois. Jadi saya membantah bahwa yang dituliskan IMMawan Haryono terkait menuduh oportunis dan egois, sangat tidak dibenarkan. IMMawan Haryono yang menuduh saya alias asal menilai, makanya kalau membaca itu dengan tuntas dan baik.
Ketiga, menuding Ketum AMY sosok berkhianat dalam IMM. Saya pengen minta bukti kalimat yang mengatakan ketum AMY berkhianat. Nampaknya mungkin IMMawan Haryono menuliskan respon ini asal tulis saja. Yang saya kritik adalah ucapan dan prilaku sikap politiknya model gaya parpol alias gaya politik praktis. Padahal dalam poadcast cangkirkopi ketum AMY menasehati untuk tidak bergaya seperti gaya para elit parpol,mengedepankan gagasan dan politik nilai.
Dengan percaya diri dan gagahnya mengkampanyekan paslon yang didukung, Kalau mau seperti itu saran saja buat ketum AMY, lepas saja jas IMM atau cuti dan tidak perlu menjadi kompor bagi kader-kader IMM untuk mengikuti piliha politik pribadi. Orang kalau punya jabatan strategis atau tokoh publik pasti laku dan diperhitungkan dalam kontestasi politik.
Dari sini saya juga membantah bahwa apa yang ditudingkan IMMawan Haryono saya mengatakan Ketum AMY berkhianat tidak dibenarkan, tapi tidak profesional dan konsisten. Merespon soal “Jangan Naif Ber-IMM ”, kalau ditelusuri arti naif dalam KBBI naif itu celaka,bodoh dan tidak masuk akal. Hmm, bahasa sederhana jangan pura-pura polos atau tidak tahu.
Ber-IMM selama kurang lebih 7 tahun mendapatkan banyak ilmu dan pembelajaran. Salah satunya dalam bersikap dan memberikan pandangan itu harus tegas, jujur apa adanya tanpa unsur kepentingan apapun dan jangan takut apalagi bersembunyi di ketiak para penguasa.
Jadi katakan dan bicarakan apa yang terjadi dalam realitas di lapangan. Kalau soal diaspora dan orbitasi kader dalam ranah kebangsaan sudah saya jelaskan banyak jalan menuju Roma yang terhormat, tentu dengan kapasitas, integritas dan kompetensi setiap individu kader. Kita bangga dengan kader-kader IMM yang masuk menjadi abdi negara dengan jalan-jalan yang profesional, tidak dengan menggunakan ordal (orang dalam).
Terakhir,sedikit merespon soal pelanggaran etik berat soal keputusan umur cawapres. Kita tahu untuk mengkritisi dan melihat aspek keputusan MK bersandarkan pada materil, prosedur dan inkonsistensi putusan MK. Sebagai orang awam melihat proses pemilu 2024 benar-benar penuh akrobatik politik yang tidak berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi jurdil dan luber.
Negara ini negara hukum bukan negara kekuasaan, artinya memposisikan hukum hadir untuk memberi rasa keadilan dan rasa keseteraan untuk semua golongan masyarakat. Tidak merubah konstitusi hanya untuk kepentingan kroni-kroni apalagi keluarga sendiri. IMM sebagai organisasi yang mengindahkan segala hukum, UU, peraturan dan falsafah negara yang berlaku.
Sudah seharusnya kader-kader IMM menjadi para pendekar hukum yang berani melawan para penguasa yang mempermainkan, memperalat, mempolitisasi bahkan memperkosa hukum hanya untuk melanggengkan kekuasaan dan harus berani juga melawan para pimpinan IMM yang mungkin suka dodolan ( berjualan) atas nama organisasi. Mari bumikan hastag Berpikir, Bertuhan dan Melawan!
Oleh: Muhammad Adam Ilham Mizani, Aktivis IMM Jawa Tengah